Asas pers adalah sebuah dasar yang memberikan pedoman pada segala komponen yang bekerja dalam pers dalam bertindak. Ada beberapa asas pers yang dapat diterapkan oleh media serta jurnalis yang dimuat dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, yaitu:
1. Asas Demokrasi
Asas ini berlandaskan ciri-ciri ideologi demokrasi pada pers yang berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, pers harus menjunjung tinggi nilai demokrasi dan menjamin hak asasi manusia. Oleh karena itu dalam mencari informasi pers harus menjunjung tinggi kemerdekaan narasumber dalam menyampaikan pikiran dan pendapatnya baik secara lisan maupun tulisan.
2. Asas Keadilan
Berarti pers dalam menyampaikan informasi harus menjunjung prinsip keadilan, yakni tidak memihak salah satu pihak yang diberitakan. Sebab tugas pers hanya menyampaikan informasi yang benar kepada khalayak.
3. Asas Supremasi Hukum
Selain menjunjung kedua asas sebelumnya, pers juga harus memegang teguh prinsip supremasi hukum. Dengan demikian diharapkan jaminan kebebasan pers yang diberikan oleh Undang-Undang tidak menyebabkan pers bertindak diluar batas atau sesuka hati.
4. Asas PradugaTak Bersalah
Dalam pers dikenal asas Praduga Tak Bersalah, yaitu salah satu asas atau prinsip dasar yang secara khusus diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Asas ini merupakan suatu amanat luhur profesi yang sifatnya memaksa pers harus mampu melaksanakannya dalam siaran atau pemberitaan informasi kepada publik. Karena asas ini adalah penghormatan dan penghargaan wartawan terhadap hukum dan hak asasi manusia.
Selain asas-asas di atas, pers juga menganut asas kode jurnalistik yang ditetapkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yaitu :
A. Asas Profesionalitas
Dengan asas ini wartawan atau jurnalis dituntut professional dalam membuat berita, dimana berita yang disampaikan harus akurat dan benar, faktual dan jelas sumbernya. Termasuk di dalamnya tidak memutarbaikkan fakta atau menfitnah, berimbang, adil, jujur, sopan dan terhormat dalam mencari informasi, tidak melakukan plagiarisme, dan bertanggung jawab secara moral terhadap apa yang disampaikannya sebagai informasi.
Asas ini juga meliputi asas moralitas, yaitu wartawan atau jurnalis dilarang berindak atau berlaku asusila, dan harus melindungi identitas korban atau pelaku kejahatan.
B. Asas Nasionalisme
Secara umum dapat disimpulkann dalam asas ini wartawan harus memiliki sikap mendahulukan kepentingan negara, bukan mengabdi pada suatu kelompok atau golongan tertentu, memperhatikan keselamatan dan keamanan negara, dan memperhatikan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
C. Asas Demokrasi
Sejalan dengan asas demokrasi yang dituangkan dalam UU No 4o Tahun 1999, pers Indonesia harus memegang teguh prinsip demokrasi yang melindungi hak asasi manusia. Berita yang disampaikan harus jujur, adil, dan seimbang. Media tidak diperkenankan menjadi alat propaganda suatu kelompok atau golongan. Asas demokrasi juga meliputi hak jawab dan hak koreksi atas berita yang disampikan, dan apabila berita tersebut terbukti salah.
D. Asas Religius
Asas religius adalah asas yang berlandaskan hukum demokrasi Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan UUD 1945 tentang kebebasan beragama. Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugasnya seorang jurnalis diharapkan beriman dan bertakwa, menghormati kepercayaan dan keyakinan agama orang lain, dan tidak melecahkan atau menghina agama apapun.
E. Asas Supremasi Hukum
Adalah asas yang menjunjung tinggi hukum di Indonesia. Semua tindakan seorang jurnalis harus sesuai dengan Pancasila, pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945, dan UUD 1945, dan semua hukum yang berada di bawahnya. Menghormati asas praduga tidak bersalah dan memiliki hak tolak termasuk di dalam asas supremasi hukum. Asas Praduga tidak bersalah merujuk dalam pelaksaan tugas mencari dan menyampaikan informasi, wartawan tidak boleh memvonis seseorang yang belum mendapat putusan pengadilan (praduga). Sedangkan hak tolak berarti jurnalis memiliki hak untuk tidak memenuhi panggilan polisi saat terjadi persoalan terkait berita yang berasal dari sumber yang dirahasiakan identitasnya.
Selain asas pers yang berlaku di Indonesia di atas, ada pula asas pers yang berlaku secara untversal, yaitu :
I) Asas Pars Pratoto
Asas yang menganggap pers di suatu negara tergantung pada sistem pemerintahan negara tersebut. Dengan demikian asas ini mengakui asas yang berbeda-beda di setiap negara. Dengan mengetahui sistem suatu negara, maka dapat diketahui pula sistem pers di negara tersebut.
II) Asas Trial By Press
Asas ini mengaskan bahwa secara universal berlaku ketentuan pers harus adil dan berimbang. Pers tidak memiliki wewenang untuk memvonis pelanggar hukum atau pelaku kejahatan yang belum mendapat putusan pengadilan. Kewenangan memberi hukum adalah kewenangan dari penegak hukum (Yuridis).
III) Asas Cover Both Sides
Sesuai dengan namanya, asas cover both side berarti jurnalis dan semua yang terkait dengan pers dilarang menyampaikan informasi yang memihak salah satu pihak yang diberitakan.
TEORI
Di dalam thesis Empat Teori Pers (1986) hasil kajian dari Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm, terdapat empat pengkategorian teori pers di dunia, yakni teori pers otoriter, teori pers bebas, teori pers yang bertanggungjawab secara social, dan teori pers komunis soviet.
1. teori pers otoriter
Teori ini dinilai menjadi teori paling tua, yakni sekitar abad 16 dengan mengedepan filsafah kenegaraan yang bersifat kekuasaan absolut. System yang didtetapkan pada teori kali ini juga cenderung berjalan dari atas ke bawah, dikarenakan informasi-informasi kebenaran hanya dipercayakan pada sebagian orang yang tergolong bijaksana.
2. teori pers bebas atau libertarium
Teori ini mulai mengalami kenaikan pada abad ke 19 yang pada saat itu, manusia telah dipandang menjadi makhluk rasional yang dapat membedakan mana yang salah dan benar. Oleh karena itu, gagasan yang dikemukakan harus memiliki hak yang sama untuk dikembangkan, sehingga yang benar dan dapat dipercaya dapat bertahan, dan yang sebaliknya akan lenyap. Dalam teori ini, pers paling banyak memberikan kebebasan tak terbatas, sekaligus menyuguhkan banyak informasi, hiburan, dan tirasnya naik.
3. teori pers yang bertanggungjawab secara social
Teori ini dijabarkan dari asumsi teori bebas bahwasannya prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya terlalu menyederhanakan persoalan yang terjadi,
Terdapat 5 (lima) syarat bagi pers yang bertanggungjawab kepada masyarakat, diantaranya: a. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. b. Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik. c. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat. d. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat. e. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi–informasi yang tersembunyi pada suatu saat.
4. teori pers komunis soviet
Teori ini muncul 2 tahun setelah revolusi Oktober 1917 di Rusia. Pada teori ini, menjelaskan bahwa ketidak adanya kebebasan pers, melainkan pers pemerintah. Dikatakan seperti itu, karena pers yang muncul pada teori pers komunis soviet dikontrol penuh oleh pemerintah. Ketika bubarnya Uni Soviet pada tagun 1991, maka beberapa Negara yang menganut teori inipun telah melepaskan system politik komunisnya.
Kebebasan pers di Indonesia paling banyak dipengaruhi oleh teknologi yang ada. Dengan teknologi, masyarakat dapat mengkritik, mengemukakan opini dan gagasan akan banyak hal. Teknologi juga menjadi salah satu factor utama dalam segi pengumpulan data, pelaporan, analisis, hingga publikasi kepada masyarakat.
Seperti yang kita tahu, pers di Indonesia sudah mulai berjalan sesuai fungsinya, yakni menjadi sumber informasi bagi khalayak, sekaligus control pemerintah. Meski demikian, pers yang bebas ialah pers yang dapat mengontrol pemberitaan serta mampu bertanggung jawab terhadap berita yang diberitakan. Pers juga harus berpegang teguh pada kode etik jurnalistik sekaligus tidak melanggar hak asasi manusia.
Meski dapat dikatakan bahwa pers memiliki kebebasan dalam control media, namun h’al ini tidak menjadikan pers dapat menyebarkan semua berita dan informasi yang ada. Terdapat pembatasan-pembatasan yang terkadang dapat menghalangi berita tersebut diterima oleh khalayak, diantaranya:
1. beragam penyensoran yang dilakukan oleh pihak yang lebih berwenang
2. pelarangan penerbitan
3. kriminalisasi dan ancaman yang kebanyakan diterima oleh jurnalis
SISTEM
Pers di Indonesia telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa Pers adalah
lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
Sistem pers di Indonesia dewaasa ini telah menciptakan
pluralisme yang pada hakekatnya merupakan kelanjutan Tata Komunikasi Dan
Informasi Dunia Baru dimana sejak paruh tahun 1980an tidak lagi mencerminkan
upaya media untuk mcmbangun public sphere (sehagai hagian tanggungiawab sosial)
yang benar-benar membebaskan masyarakat dari cengkraman kekuasaan: politik
maupun ekonomi.
Perlu disimak Pula bahwa kondisi sistem pers yang terbentuk
saat ini dalam ranah media di Indonesia tidaklah terlepas dari pengaruh dan
campur tangan pihak asing, langsung maupun tidak langsung, dimana dominasi
segelintir pemilik modal dalarn industri pers Indonesia adalah juga hagian dan
penetrasi dan ekspansi kapitalisme dan kekuatan politik secara global.
KEBEBASAN & KONFLIK
Alasan normatif atas signifikansi kebebasan pers dalam
kehidupan masyarakat pada dasarnya berhubungan dengan kehidupan warga
masyarakat di ruang publik. Disini kebebasan pers dapat diartikan di satu pihak
sebagai hak warga negara untuk mengetahui masalah-masalah publik, dan di pihak
lainnya hak warga dalam mengutarakan pikiran dan pendapatnya. Karenanya
kebebasan pers dilihat bukan semata-mata menyangkut keberadaan media jurnalisme
(secara berganti digunakan istilah media pers untuk pengertian yang sama) yang
bebas, tetapi mencakup suatu mata rantai yang tidak boleh terputus dalam proses
demokrasi. Inilah yang mendasari pemikiran mengapa warga harus dijamin haknya
untuk mengetahui permasalahan di ruang publik, dan mengapa pula warga harus
dijaminhaknya untuk menyatakan pendapat, kesemuanya perlu ditempatkan dalam
prinsip demokrasi dan civil society.
Kebebasan dan Pers adalah sesuatu yang diberikan oleh
penegak hukum yang berkaitan tentang produksi media massa pada Pers. Dengan
adanya kebebasan, maka pers maka khalayak dapat tahu berbagai informasi
termasuk kerja pemerintahannya. Semakin ditegakkannya hak pers, maka
meminimalisir konflik juga.
SUMBER :
http://repository.uin-suska.ac.id/19737/8/10.BAB%20III.pdf
Eisy, M Ridlo. (2007). Peranan Media dalam Masyarakat
Samsul Wahidin. Hukum Pers. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), h. 35
https://indonesiabaik.id/infografis/sejarah-lahirnya-pers-di-indonesia
Adil, Hilman. dkk. 2002. Beberapa Segi Sejarah Pers di
Indonesia. Jakarta: PT. Media Kompas Nusantara.
Inge Hutagalung, Dinamika Sistem Pers di
Indonesia, JURNAL INTERAKSI, Vol II No.2, Juli 2013 : 53-60